KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan sehingga
dapat diselesaikannya penulisan makalah “Teori Belajar Aliran Behaviorisme” .
Shalawat dan salam kami hadiahkan kepada junjungan alam nabi Muhammad SAW
dengan mengucapkan “allahummasalli’ala sayyidina muhammad wa’ala ali sayyidina
muhammad”.
Terima
kasih kepada ibu Putri Wahyuni, M.Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah Belajar
dan Pembelajaran yang telah memberikan saya referensi mengenai pembahasan
desain pengajaran. Terima kasih juga kepada teman-teman yang telah membantu dalam
memberikan beberapa referensi mengenai pembahasan desain pengajaran, sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis
menyadari betul bahwa apa yang disajikan dalam makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan . Baik dari segi isi maupun penulisan. Hanya dengan kearifan
dan bantuan dari berbagai pihak untuk memberikan teguran , saran dan kritik
yang konstruktif , kekurangan-kekurangan tersebut dapat diperkecil sehingga
makalah ini akan memberikan manfaat yang maksimal .
Dan
akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis sendiri
dan seluruh pembaca.
Pekanbaru , 20 September 2017
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
..........................................................................................................................
i
Daftar Isi
..................................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
...................................................................................................................
1
1.2 Rumusan
Masalah ..............................................................................................................
1
1.3 Tujuan
Penulis
...................................................................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori Belajar
Aliran Behaviorisme ...............................................................
2
2.2
Teori
Belajar Menurut Thorndike ......................................................................................
2
2.3
Teori Belajar Menurut Pavlov ............................................................................................
4
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
.........................................................................................................................
7
3.2 Saran
...................................................................................................................................
7
DAFTAR RUJUKAN .............................................................................................................
8
ii
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Menurut
teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat
adanya interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan). Dengan
kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal
kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil
interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu
jika ia dapat menunjukkan perubahan pada tingkah lakunya.
Menurut teori ini hal yang paling penting adalah input (masukan) yang
berupa stimulus dan output (keluaran) yang berupa respon. Menurut toeri ini,
apa yang tejadi diantara stimulus dan respon dianggap tidak penting
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat
diamati hanyalah stimulus dan respon. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan
guru (stimulus) dan apa yang dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat
diamati dan diukur. Teori ini lebih mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran
merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadinya perubahan tungkah
laku tersebut. Faktor lain yang juga dianggap penting adalah faktor penguatan.
Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila
penguatan diitambahkan maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila
penguatan dikurangi maka responpun akan dikuatkan. Jadi, penguatan merupakan
suatu bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan
(dikurangi) untuk memungkinkan terjadinya respon.
1.2
Rumusan
Masalah
1) Pengertian
Teori Belajar Aliran Behaviorisme
2) Teori
Belajar Menurut Thorndike
3) Teori
Belajar Menurut Pavlov
1.3
Tujuan
Penulis
1. Untuk
memahami pengertian teori belajar aliran behaviorisme
2. Untuk
memahami teori belajar menurut Thorndike
3. Untuk
memahami teori belajar menurut Pavlov
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Teori Belajar Aliran Behaviorisme
Menurut
teori behaviorisme, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Sebagai contoh,
anak belum dapat berhitung perkalian. Walaupun ia sudah berusaha giat, dan
gurunya pun sudah mengajarkannya dengan tekun, namun jika anak tersebut belum
dapat mempraktekkannya berhitung perkalian, maka ia belum dianggap belajar.
Karena ia belum dapat menunjukkan perubahan perilaku sebagai hasil belajar.
Menurut
teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Dalam conoth diatas, stimulus adalah
apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya daftar perkalian, alat
peraga, pedoman kerja, atau cara-cara tertentu, untuk membantu belajar siswa.
Sedangkan respons adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang
diberikan oleh guru tersebut.
Teori ini lebih mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan
suatu hal yang penting untuk melihat terjadinya perubahan tungkah laku
tersebut. Faktor lain yang juga dianggap penting adalah faktor penguatan. Penguatan
adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan
diitambahkan maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan
dikurangi maka responpun akan dikuatkan. Jadi, penguatan merupakan suatu bentuk
stimulus yang penting diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi)
untuk memungkinkan terjadinya respon.
2.2 Teori Belajar Menurut Thorndike
Edward Lee Thorndike (1874-1949) ialah seorang
fungsionalis. Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara
stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya
kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat
ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan
peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan/tindakan. Dari definisi belajar tersebut maka menurut Thorndike
perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar itu dapat berwujud kongkret
yaitu yang dapat diamati, atau tidak kongkret yaitu yang tidak dapat diamati.
Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, namun ia tidak
dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku-tingkah laku yang tidak
dapat diamati. Namun demikian, teorinya telah banyak memberikan pemikiran dan
inspirasi kepada tokoh-tokoh lain yang datang kemudian. Teori Thorndike ini
disebut sebagai aliran Koneksionisme.
Dalam membuktikan teorinya Thorndike melakukan
percobaan terhadap seekor kucing yang lapar dan kucing itu ditaruh di kandang,
yang mana kandang tersebut terdapat celah-celah yang kecil sehingga seekor
kucing itu bisa melihat makanan yang berada di luar kandang dan kandang itu
bisa terbuka dengan sendiri apabila seekor kucing tadi menyentuh salah satu
jeruji yang terdapat dalam kandang tersebut. Mula-mula kucing tersebut
mengitari kandang beberapa kali sampai ia menemukan jeruji yang bisa membuka
pintu kandang, kucing ini melakukan respon atau tindakan dengan cara coba-coba,
ia tidak mengetahui jalan keluar dari kandang tersebut, kucing tadi melakukan
respon yang sebanyak-banyaknya sehingga menemukan tindakan yang cocok dalam
situasi baru atau stimulus yang ada. Thorndike melakukan percobaan ini
berkali-kali pada kucing yang sama dan situasi yang sama pula. Memang pertama
kali kucing tersebut dalam menemukan jalan keluar memerlukan waktu yang lama
dan pastinya mengitari kandang dengan jumlah yang banyak pula, akan tetapi
karena sifat dari setiap organisme itu selalu memegang tindakan yang cocok
dalam menghadapi situasi atau stimulus yang ada, maka kucing tadi dalam
menemukan jeruji yang menyebabkan kucing tadi bisa keluar dari kandang, ia
pegang tindakan ini sehingga kucing ini dapat keluar untuk mendapatkan makanan
dan tidak perlu lagi mengitari kandang karena tindakan ini dirasa tidak cocok.
Akan tetapi kucing tadi langsung memegang jeruji yang menyebabkannya bisa
keluar untuk makan.
Adapun beberapa ciri-ciri belajar menurut Thorndike
(Kartika, 2013: 6), antara lain:
a)
Ada motif pendorong aktivitas.
b)
Ada berbagai respon terhadap
sesuatu.
c)
Ada eliminasi respon-respon yang
gagal atau salah.
d)
Ada kemajuan reksi-reaksi mencapai
tujuan dari penelitiannya itu.
Keunggulan-keunggulan Teori Belajar Koneksionisme
Thorndike
1.
Teori ini sering juga disebut dengan
teori trial dan error dalam teori ini orang bisa menguasai
hubungan stimulus dan respon sebanyak-banyaknya sehingga orang akan terbiasa berpikir dan terbiasa mengembangkan pikirannya.
2.
Dengan sering melakukan pengulangan
dalam memecahkan suatu permasalahan, anak didik akan memiliki sebuah pengalaman
yang berharga. Selain itu dengan adanya sistem pemberian hadiah, akan membuat
anak didik menjadi lebih memiliki kemauan dalam memecahkan permasalahan yang
dihadapinya.
Kelemahan-kelemahan Teori Belajar Koneksionisme
Thorndike
1.
Terlalu memandang manusia sebagai
mekanismus dan otomatisme belaka disamakan dengan hewan. Meskipun banyak
tingkah laku manusia yang otomatis, tetapi tidak selalu bahwa tingkah laku
manusia itu dapat dipengaruhi secara trial and error. Trial and error
tidak berlaku mutlak bagi manusia.
2.
Memandang belajar hanya merupakan
asosiasi belaka antara stimulus dan respon. Sehingga yang dipentingkan dalam
belajar ialah memperkuat asosiasi tersebut dengan latihan-latihan, atau
ulangan-ulangan yang terus-menerus.
3.
Karena belajar berlangsung secara
mekanistis, maka pengertian tidak dipandangnya sebagai suatu yang pokok dalam
belajar. Mereka mengabaikan pengertian sebagai unsur yang pokok dalam belajar.
2.3 Teori Belajar Menurut Pavlov
Ivan Petrovich Pavlov (1849 - 1936) adalah seorang ilmuwan yang
memiliki karir panjang produktif yang tidak pernah mengalami hambatan serius
meskipun terjadi kekacauan dalam revolusi Rusia. Pavlov lahir di kota
kecil di Rusia tengah, anak seorang pendeta ortodoks pedesaan. Pada awalnya ia berniat
mengikuti jejak ayahnya menjadi seorang
pendeta, namun mengurungkannya dan pergi ke St.
Petersburg pada tahun 1870. Dapat
dikatakan bahwa pelopor teori coditioning adalah Ivan
Petrovich Pavlov, seorang ahli
psikolog-refleksologi dari Rusia. Ia mengadakan percobaan-percobaan dengan
anjing. Secara ringkas percobaan-percobaan Pavlov dapat kita uraikan sebagai
berikut:
Pavlov meneliti apakah bunyi bel
sebagai stimulus berkondisi dapat menimbulkan air liur sebagai respon
berkondisi pada anjing, dan hasilnya adalah :
1.
Apabila daging disajikan maka anjing
mengeluarkan air liur (alami)
2.
Apabila bunyi bel disajikan secara
bersamaan dengan daging maka air liur tidak keluar
3.
Apabila perlakuan pada poin b)
dilakukan secara berulang-ulang maka air liur anjing dapat keluar
4.
Apabila bunyi bel diganti dengan
bunyi sirine maka anjing tetap mengeluarkan air liur
5.
Apabila bunyi bel disajikan sacara
terus menerus tanpa diikuti oleh daging maka lama-lama air liur tidak keluar
hal ini disebut extinction (kepunahan)
6.
Apabila stimulus disajikan secara
bervariasi yaitu dengan penguatan berupa lampu merah disertai daging dan lampu
hijau tidak disertai daging dan diberikan secara berulang-ulang maka anjing
akan mengeluarkan air liur ketika melihat lampu merah walaupun tidak disertai
daging karena sudah terbentuk respon berkondisi.
Kesimpulan penelitian Pavlov adalah bahwa dalam diri anjing akan terjadi penglondisian selektif berdasar penguatan selektif artinya anjing dapat membedakan stimulus yang disertai penguatan dan yang tidak disertai penguatan. Teori Pavlov ini disebut Classical Conditioning
Dari hasil percobaan yang dilakukan dengan anjing
itu Pavlov mendapat kesimpulan bahwa gerakan-gerakan refleks itu dapat
dipelajari, dapat berubah karena mendapat latihan. Sehingga dengan demikian
dapat dibedakan dua macam refleks, yaitu refleks wajar (unconditioned
refleks)-keluar air liur ketika melihat makanan yang lezat dan refleks
bersyarat atau refleks yang dipelajari (conditioned refleks)-keluar air liur
karena menerima atau bereaksi terhadap warna sinar tertentu, atau terhadap
suara bunyi tertentu.
Demikianlah maka menurut teori conditioning belajar
itu adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat
(conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi (response). Untuk menjadikan
seseorang itu belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu. Yang
terpenting dalam belajar menurut teori conditioning ialah adanya
latihan-latihan yang continue (terus-menerus). Yang diutamakan dalm teori ini
adalah hal belajar yeng terjadi secara otomatis.
Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia juga tidak
lain adalah hasil daripada conditioning. Yaitu hasil daripada latihan-latihan
atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap syarat-syarat atau perangsang-perangsang
tertentu yang dialaminya dalam kehidupannya. Proses
belajar yang digambarkan seperti itu menurut Pavlov terdiri atas pembentukan
asosiasi antara stimulus dan respons refleksif.
Dari
eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan
hukum-hukum belajar, diantaranya :
a)
Law of Respondent Conditioning yakni
hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara
simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan
stimulus lainnya akan meningkat.
b)
Law of Respondent Extinction yakni
hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui
Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer,
maka kekuatannya akan menurun.
Dari teori
belajar yang dikemukakan Pavlov, ternyata ada beberapa kekurangan/kelemahan,
diantaranya ;
1.
Teori tersebut menganggap bahwa
belajar itu hanyalah terjadi secara otomatis padahal kenyataannya tidak.
2.
Keaktifan dan penentuan pribadi
tidak dihiraukan.
3.
Peranan latihan atau kebiasaan
terlalu ditonjolkan/dipentingkan padahal kita dalam bertindak dan berbuat
sesuatu tidak semata-mata tergantung dari pengaruh luar tetapi diri pribadilah
yang memegang peranan dalam memilih dan menentukan perbuatan dan reaksi apa
yang akan dilakukannya.
4.
Teori tersebut memang tepat kalau
kita terapkan pada hewan tetapi pada manusia, teori tersebut hanya bias
diterima dan diterapkan pada pelajaran-pelajaran tertentu saja diantaranya
pelajaran-pelajaran yang membutuhkan praktik dan pembicaraan yang mengandung
unsur-unsur kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks dan daya tahan.
Misalnya dalam percakapan bahasa asing, mengetik, menari dan olahraga.
Adapun
contoh aplikasi teori belajar behaviorisme menurut Pavlov adalah pada awal
tatap muka antara guru dan murid dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru
menunjukkan sikap yang ramah dan memberi pujian terhadap murid-muridnya,
sehingga para murid merasa terkesan dengan sikap yang ditunjukkan gurunya.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1) Menurut
teori behaviorisme, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respon.
2) Menurut
Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon.
3) Menurut teori conditioning belajar itu adalah suatu proses perubahan yang
terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan
reaksi (response).
3.2 Saran
Dengan
adanya teori belajar aliran behaviorisme ini, diharapkan agar kita lebih memahami
lagi teori apa saja yang terdapat dalam proses belajar dan mengajar.
DAFTAR RUJUKAN
Budiningsih, Asri. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta :
Rineka Cipta.
Komentar
Posting Komentar